Kortikosteroid adalah nama jenis hormon yang merupakan senyawa regulator seluruh sistem homeostasis tubuh organisme agar dapat bertahan menghadapi perubahan lingkungan dan infeksi.[1]
Hormon kortikosteroid terdiri dari 2 sub-jenis yaitu hormon jenis glukokortikoid dan hormon jenis mineralokortikoid. Keduanya memiliki pengaruh yang sangat luas, seperti berpengaruh pada perubahan lintasan metabolisme karbohidrat, protein dan lipid, serta modulasi keseimbangan antara air dan cairan elektrolit tubuh; serta berdampak pada seluruh sistem tubuh seperti sistem kardiovaskular, muskuloskeletal, saraf, kekebalan, dan fetal termasuk mempengaruhi perkembangan dan kematangan paru pada masa janin.
Pada sistem endokrin, kortikosteroid mempengaruhi aktivitas beberapa hormon yang lain. Misalnya mengaktivasi hormon jeniskatekolamin dan menstimulasi sintesis hormon adrenalin dari hormon noradrenalin, atau pada kelenjar tiroid, kortikosteroid menghambatsekresi hormon TSH dan menurunkan daya fisiologis tiroksin. Aktivitas hormon GH juga terhambat meskipun pada simtoma akromegali, kortikosteroid justru meningkatkan sekresi hormon GH dengan keberadaan hormon ACTH. Pada masa tumbuh kembang, terapi hormon kortikosteroid atau simtoma hiperkortisisme dapat menyebabkan pertumbuhan seorang anak terhenti sama sekali, sebagai akibat dari penurunan kematangan epiphyseal plates dan pertumbuhan tulang panjang. Dengan konsentrasi yang lebih tinggi, kortikosteroid akan menghambat sekresi hormon LH pada kelenjar gonad yang seharusnya dilepaskan sel gonadotrop sebagai respon atas stimulasi hormonal.
Pada sistem kardiovaskular, kortikosteroid memberikan efek pada respon miokardial, permeabilitas pembuluh darah kapiler dan pola denyut pembuluh darah arteriol.
Pada jaringan otot, kortikosteroid dengan konsentrasi yang setimbang, diperlukan bagi metabolisme pemeliharaan. Berubahnya kesetimbangan tersebut dapat menyebabkan berbagai kelainan, misalnya peningkatan aldosteron akan menyebabkan simtomahipokalemia yang membuat otot menjadi tidak bertenaga, sedangkan kadar glukokortikoid yang tinggi akan menyebabkan degradasi otot melalui lintasan katabolisme protein.
Kortikosteroid juga berdampak pada sistem saraf secara tidak langsung dalam banyak hal. Adanya peningkatan eksitabilitas otak pada simtoma hiperkortisisme dan setelah terapi mineralokortikoid, lebih disebabkan oleh ketidaksetimbangan elektrolit daripada perubahan konsentrasi sodium. Kortikosteroid juga meningkatkan hemoglobin dan sel darah merah, mungkin disebabkan oleh melemahnya mekanisme eritrofagositosis. Efek ini terlihat sebagai simtoma polisitemia pada sindrom Cushing dan, anemia normokromik ringan padapenyakit Addison.
Penggunaan Kortikosteroid Pada Penderita Alergi, Farmakokinetik dan Efek Samping
Pemberian obat alergi untuk penderita alergi bukan jalan keluar utama yang terbaik. Pemberian obat jangka panjang adalah bentuk kegagalan mengidentifikasi dan menghindari penyebab.
Kortikosteroid dikenal mempunyai efek yang kuat sebagai anti-inflamasi pada penyakit artritis reumatoid, asma berat, asma kronik, penyakit inflamasi kronik dan berbagai kelainan imunologik. Oleh karena efek anti inflamasi dan sebagai immunoregulator, kortikosteroid memegang peranan penting pada pengobatan medikamentosa penyakit alergi baik yang akut maupun kronik. Tetapi di samping manfaatnya, karena efek sampingnya yang banyak juga menyebabkan penggunaan kortikosteroid ini harus tepat guna dan tepat cara.
Kortikosteroid sering juga dikenal sebagai obat dewa karena dapat menyembuhkan berbagai penyakit yang ringan hingga berat dengan cepat . Obat ini merupakan obat yang sangat banyak dan luas dipakai dalam dunia kedokteran terutama golongan glukokortikoid. Glukokortikoid sintetik digunakan pada pengobatan nyeri sendi, arteritis temporal, dermatitis, reaksialergi, asma, hepatitis, systemic lupus erythematosus, inflammatory boweldisease, serta sarcoidosis. Selain sediaan oral, terdapat pula sediaan dalambentuk obat luar untuk pengobatan kulit, mata, dan juga inflammatory boweldisease.
Baik kortikosteroid alami maupun sintetik digunakan untuk diagnosis dan pengobatan kelainan fungsi adrenal. Hormon ini juga sering digunakan dalam dosis lebih besar untuk pengobatan berbagai kelainan peradangan dan imunologi.
Penggunaan glukokortikoid pada pengobatan gangguan fungsi adrenal biasanya diberikan pada keadaan insufisiensi atau hiperfungsi dari adrenokortikal. Keadaan insufisiensi adrenokortikal dapat berupa akut maupunkronis (penyakit Addison) yang ditandai dengan hiperpigmentasi, lemah, kelelahan, berat badan menurun, hipotensi, dan tidak ada kemampuan untukmemelihara kadar gula darah selama puasa. Untuk keadaan hiperfungsi adrenokortikal misalnya terjadi pada hiperplasia adrenal kongenital, sindrom chusing, atau aldosteronisme.Glukokortikoid dapat pula digunakan untuk tujuan diagnostik dari sindrom chusing. Dengan tes supresi deksametason, obat ini diberikan sejumlah 1 mg peroral pada jam 11 malam, dan sampel plasma diambil pada pagi hari. Pada individunormal, konsentrasi kortisol biasanya kurang dari 5 µg/dl, sedangkan pada sindrom chusing kadarnya biasanya lebih besar daripada 10 µg/dl. Namun hasil ini tidak dapat dipercaya pada keadaan depresi, ansietas, penyakit, dan kondisi stress yang lain.
Selain itu, maturasi paru-paru pada janin diatur oleh sekresi kortisol janin.Ibu dengan pengobatan glukokortikoid dalam dosis besar akan dapatmenurunkan insiden sindrom gawat nafas pada bayi yang dilahirkan secara prematur. Kortisol dan analog sintetiknya berguna dalam pengobatan berbagaikelompok penyakit yang tidak berhubungan dengan kelainan fungsi adrenal.Kegunaan kortikosteroid pada kelainan ini merupakan kemampuannya untuk menekan respon peradangan dan respon imun. Pada keadaan yang respons peradangan atau respon imunnya penting untuk mengendalikan proses patologi, terapi dengan kortikosteroid mungkin berbahaya tetapi dibenarkan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang tak dapat diperbaiki akibat respon peradangan jika digunakan bersama dengan terapi spesifik untuk proses penyakitnya
Struktur dan fungsi
Kortikosteroid alamiah dan buatan secara garis besar terbagi dalam mineralokortikoid dan glukokortikoid. Walaupun pada saat ini pada preparat yang baru semakin diusahakan untuk hanya mempunyai efek glukokortikoid, tetap masih mempunyai efek minerelokortikoid walaupun sedikit.
Mekanisme kerja
- Obat golongan kortikosteroid sebenarnya memiliki efek yang sama dengan hormon cortisone dan hydrocortisone yang diproduksi oleh kelenjar adrenal, kelenjar ini berada tepat diatas ginjal kita (lihat gambar). Dengan efek yang sama bahkan berlipat ganda maka kortikosteroid sanggup mereduksi sistem imun (kekebalan tubuh) dan inflamasi, makanya kalo orang dengan penyakit-penyakit yang terjadi karena proses dasar inflamasi seperti rheumatoid arthritis, gout arthritis (asam urat) danalergi gejalanya bisa lebih ringan setelah pemberian kortikosteroid.
- Walaupun tampaknya ada bermacam efek pada fungsi fisiologik, kortikosteroid tampaknya mempengaruhi produksi protein tertentu dari sel. Molekul steroid memasuki sel dan berikatan dengan protein spesifik dalam sitoplasma. Kompleks yang terjadi dibawa ke dalam nukleus, lalu menimbulkan terbentuknya mRNA yang kemudian dikembalikan ke dalam sitoplasma untuk membantu pembentukan protein baru, terutama enzim, sehingga melalui jalan ini kortikosteroid dapat mempengaruhi berbagai proses. Kortikosteroid juga mempunyai efek terhadap eosinofil, mengurangi jumlah dan menghalangi terhadap stimulus. Pada pemakaian topikal juga dapat mengurangi jumlah sel mast di mukosa. Kortikosteroid juga bekerja sinergistik dengan agonis β2 dalam menaikkan kadar cAMP dalam sel.
- Pada waktu memasuki jaringan, glukokortikoid berdifusi atau ditranspormenembus sel membran dan terikat pada kompleks reseptor sitoplasmikglukokortikoid heat-shock protein kompleks. Heat shock protein dilepaskan dankemudian kompleks hormon reseptor ditranspor ke dalam inti, dimana akan berinteraksi dengan respon unsur respon glukokortikoid pada berbagai gen danprotein pengatur yang lain dan merangsang atau menghambat ekspresinya.
- Pada keadaan tanpa adanya hormon, protein reseptor dihambat dari ikatannya denganDNA; jadi hormon ini tidak menghambat kerja reseptor pada DNA.
- Perbedaan kerja glukokortikoid pada berbagai jaringan dianggap dipengaruhi oleh proteinspesifik jaringan lain yang juga harus terikat pada gen untuk menimbulkanekspresi unsur respons glukokortikoid utama.
- Selain itu, glukokortikoid mempunyai beberapa efek penghambatan umpanbalik yang terjadi terlalu cepat untuk dijelaskan oleh ekspresi gen. Efek ini mungkin diperantarai oleh mekanisme nontranskripsi
Indikasi untuk penyakit alergi
Indikasi utama adalah untuk reaksi alergi akut berat yang dapat membahayakan kehidupan, seperti status asmatikus, anafilaksis, dan dermalitis exfoliativa. Selain itu, juga untuk reaksi alergi berat yang tidak membahayakan kehidupan tetapi sangat mengganggu, misalnya dermatitis kontak berat, serum sickness, dan asma akut yang berat. Indikasi lain adalah untuk penyakit alergi kronik berat sambil menunggu hasil pengobatan konvensional, atau untuk mengatasi keadaan eksaserbasi akut pada pasien yang memakai kortikosteroid dosis rendah jangka panjang, harus dinaikkan dosisnya bila terjadi eksaserbasi.
Pedoman pemakaian
- Pengobatan kortikosteroid, terutama dengan jangka panjang, menimbulkan banyak efek yang tidak diinginkan maka sebelum memulai pengobatan harus dipertimbangkan untung dan ruginya terlebih dahulu.
- Pada asma akut gunakan kortikosteroid dengan kombinasi obat lain secara tepat waktu, sesuai dengan konsep inflamasi yang terjadi pada asma .
Penggunaan kortikosteroid pada asma
Lokasi | Stadium asma | Penggunaan kortikosteroid |
Rumah sakitBagian daruratDi rumahDi rumah | Status asmatikusAsma akutKeluhan sesakAsma berulangPermulaan ISPA | YaYaYaYa |
Catat dengan baik kondisi alergi atau imunologi apa yang memberikan respons baik terhadap kortikosteroid sebelumnya. Kortikosteroid hanya dipakai bila obat konvensional tidak menolong, jadi untuk pasien asma berikan dulu obat metilxantin dan golongan adrenergik. Selain itu hindari penggunaan kortikosteroid pada pasien yang sedang mendapat vaksin virus.
Gunakan kortikosteroid dengan dosis serendah mungkin yang dapat mengontrol penyakitnya Tujuan untuk meringankan penyakit lebih dapat diterima daripada untuk menghilangkan gejala. Sedapat mungkin gunakan kortikosteroid yang bekerja dalam jangka pendek (prednison, prednisolon, dsb), dan untuk pemakaian jangka panjang kalau dapat gunakan secara topikal misalnya krem untuk kelaian kulit dan inhalasi untuk pengobatan asma kronik. Batasi penggunaan kortikosteroid untuk 5-7 hari saja, atau bila perlu terapi jangka panjang berikan dosis intermiten selang sehari pada pagi hari. Kortikosteroid yang diberikan 3-4 kali sehari, atau pada malam hari, lebih menekan fungsi kelenjar adrenal daripada yang diberikan sehari sekali atau pagi hari.
Komplikasi yang mungkin terjadi untuk pemakaian jangka panjang harus diawasi secara ketat misalnya glaukoma, katarak, gastritis, osteoporosis, dan sebagainya. Jangan menghentikan pemberian kortikosteroid jangka panjang dan dosis tinggi secara mendadak karena akan menyebabkan insufiensi kelenjar supraadrenal dan eksaserbasi penyakit yang sedang diobati.
Protokol yang dianjurkan untuk menghentikan pemberian kortikosteroid jangka panjang adalah sebagai berikut. Mulai pengurangan dengan hati-hati (misalnya 2,5-5 mg prednison tiap 3-7 hari) dan awasi keadaan penyakitnya. Bila terjadi peningkatan aktivitas penyakit naikkan kembali dosisnya, kemudian coba lagi mengurangi dengan dosis yang lebih rendah. Usahakan sampai dapat diberikan dosis sekali sehari pada pagi hari dan selanjutnya diberikan setiap 2 hari. Tambahkan dosis kortikosteroid bilamana pasien sedang mendapat stres, untuk stres ringan (gastroenteritis, influensa, otitis media, faringitis, atau tindakan bedah ringan) cukup ditambahkan selama 2 hari, sedang untuk stres berat (trauma atau tindakan bedah besar) tambahkan dosis kortikosteroid untuk 3-4 hari atau sampai stresnya teratasi.
Efek Samping
Manfaat yang diperoleh dari penggunaan glukokortikoid sangat bervariasi. Harus dipertimbangkan dengan hati-hati pada setiap penderita terhadapbanyaknya efek pada setiap bagian organism ini. Efek utama yang tidakdiinginkan dari glukokortikoidnya dan menimbulkan gambaran klinik sindromcushing iatrogenik. Sindrom cushing iatrogenik disebabkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik untuk alasan yang bervariasi
Efek samping jangka pendek
- Peningkatan tekanan cairan di mata (glaukoma)
- Retensi cairan, menyebabkan pembengkakan di tungkai.
- Peningkatan tekanan darah
- Peningkatan deposit lemak di perut, wajah dan leher bagian belakang *orangnya jadi tambah tembem
Efek samping jangka panjang.
- Katarak
- Penurunan kalsium tulang yang menyebabkan osteoporosis dan tulang rapuh sehingga mudah patah.
- Menurunkan produksi hormon oleh kelenjar adrenal
- Menstruasi tidak teratur
- Mudah terinfeksi
- Penyembuhan luka yang lama
Sindrom Cushing iatrogenic
- Sindrom Cushing iatrogenic dijumpai pada penderita arthritis rheumatoid, asma,limfoma, dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen anti inflamasi. Iatrogenic Cushing’s syndrome, diinduksikan dengan pemberian glukokortikoid atau steroid lain seperti megesterol yang mengikat reseptor glukokortikoid, dibedakan oleh penemuan fisik dari hiperfungsi adrenokortikalendogen.
- Perbedaan dapat dibuat, bagaimanapun, dengan mengukur kadarkortisol urine dalam keadaan basal; pada sindrom iatrogenik pada kadar inimerupakan rendah secara sekunder akibat penekanan dari aksis adrenal pituari. Keparahan dari iatrogenic Cushing’s syndrome terkait dengan dosis steroid total, steroid paruh hidup biologis, dan lama terapi.
- Kortikosteroid dapat mempengaruhi sel-sel melalui reseptor-reseptorglukokortikoidnya dengan mekanisme kerja sebagai berikut: kortikosteroidberdifusi ke dalam sel melewati membran sl dan selanjutnya berikatan dengan reseptor. Kompleks kortikosteroid-reseptor masuk ke dalam nukleus dalambentuk aktif, dan akan mengikat DNA serta meningkatkan sintesis messengerRNA (mRNA). Messenger RNA ini akan menimbulkan sintesis protein yang baru. Protein baru ini akan menghambat fungsi sel-sel limfoid dengan penghambatanuptake glukosa
- Sehubungan dengan pengaruh kortikosteroid ini kita kenal dua golongan spesies yaitu golongan yang resisten dan sensitif terhadap kortikosteroid. Spesies yang resisten terhadap kortikosteroid adalah manusia dan kerasedangkan yang sensitif adalah tikus dan kelinci.
- Limfositopeni Apabila kortikosteroid diberikan kepada golongan resisten akan menyebabkan limfositopeni akibat redistribusi limfosit ke luar sirkulasi darahmenuju organ-organ limfoid lainnya terutama sumsum tulang. Redistribusi inilebih banyak mempengaruhi limfosit-T daripada limfosit-B. Mekanisme yangmendasari terjadinya redistribusi limfosit belum diketahui secara pasti. Secara teoritis limfositopeni dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu: migrasi hebatkeluar dari pembuluh darah dan blok perifer. Mekanisme blok perifer ini ditunjang oleh penemuan bahwa aktifitas fisik pada orang normal menyebabkanlimfositosis akibat mobilisasi cadangan perifer, tetapi hal ini tidak ditemukan setelah pemberian kortikosteroid. Limfositopeni akan mencapai puncaknya 4-6 jam setelah pemberian 20 mg prednison intravena dan kembali ke nilai normalsetelah 24 jam. Berat dan lamanya limfositopeni tidak berbeda apabila dosis prednison ditingkatkan sampai 40 mg atau 80 mg.Pengaruh kortikosteroid yang terpenting pada manusia adalahpenghambatan akumulasi makrofag dan netrofil di tempat radang. Selain itu kortikosteroid juga menyebabkan berkurangnya aktifitas makrofag baik yangberedar dalam darah (monosit) maupun yang terfiksir dalam jaringan (selKupffer). Pengaruh tersebut diperkirakan akibat penghambatan kerja faktor-faktor limfokin yang dilepaskan oleh sel-T sensitif pada makrofag, karenatempat kerja kortikosteroid diperkirakan pada membran makrofag.
- Penghambatan akumulasi netrofil di tempat radang adalah akibat kerjakortikosteroid mengurangi daya lekat netrofil pada dinding endotel pembuluhdarah, bukan akibat penghambatan kemotaksis yang hanya dapat dihambat olehkortikosteroid pada kadar suprafarmakologik.
- Leonard melaporkan bahwa pemberian 10 mg prednison per oral pada orang sehat sudah cukup untuk meningkatkan netrofil dan menurunkan jumlah limfosit, monosit dan eosinofil dalam darah, sesuai dengan yang dilaporkan oleh Saavedra-Delgado dkk yang menggunakan 35 – 70 mg prednison per oral.Kepustakaan lain melaporkan bahwa kortikosteroid mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap distribusi netrofil. Kortikosteroid meningkatkan pelepasan netrofil muda dari sumsum tulang ke sirkulasi. Di samping itu kortikosteroid juga meningkatkan masa paruh netrofil dalam sirkulasi. Kombinasi kedua pengaruh ini menyebabkan terjadinya netrofilia, walaupun fungsi bakterisidanyamenurun. Hasil akhir pengaruh kortikosteroid adalah menghambat migrasi dan akumulasi netrofil pada daerah radang. Mungkin pengaruh kortikosteroid padamakrofag dan netrofil inilah yang menyebabkan peningkatan kejadian infeksipada penggunaan kortikosteroid setiap hari.
- Penggunaan kortikosteroid selang sehari telah dapat mengembalikan akumulasi netrofil pada hari bebas pemberian obat, tetapi akumulasi makrofagpada hari tersebut masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa makrofag lebihsensitif daripada netrofil terhadap pengaruh antiinflamasi kortikosteroid.
- Dilaporkan pula bahwa penggunaan kortikosteroid selang sehari tidak disertai peningkatan angka infeksi. Kortikosteroid mungkin juga mengurangi pelepasanenzim-enzim lisosom, tetapi hanya sedikit mempengaruhi stabilitas membranlisosom pada kadar farmakologik.
- Kortikosteroid mempunyai pengaruh terhadap aktifitas biologik komplemen. Pengaruh tersebut berupa penghambatan fiksasi C3b terhadapreseptornya pada fagosit mononuklear, dan penghambatan pengaruh C3a, C5adan C567 pada lekosit PMN. Pengaruh non-spesifik ini hanya terjadi padapemberian kortikosteroid dosis tinggi. Hal ini telah dibuktikan secara invitrodengan pemberian metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb. Intravena atau secarainvivo dengan hidrokortison dosis 120 mg/kgbb intravena.
- Kepustakaan lain melaporkan bahwa kortikosteroid topikal juga berpengaruh terhadap sistem imun. Pengaruh tersebut berupa atrofi kulit sehingga kulit tampak tipis, mengkilat dan keriput seperti kertas sigaret. Hal ini dapat memperberat dan mempermudah terjadinya infeksi oleh karena terjadigangguan mekanisme pertahanan kulit. Beberapa efek samping lain yang mungkinterjadi adalah diabetes melitus, osteoporosis, gangguan psikologik danhipertensi.
- Efek samping lain yang cukup serius meliputi perkembangan ulkus peptikum dan komplikasinya. Gambaran klinik yang menyertai kelainan lain, terutamainfeksi bakteri dan jamur, dapat diselubungi oleh kortikosteroid, dan penderitaharus diawasi dengan teliti untuk menghindari kecelakaan serius bila digunakan dosis tinggi.
- Beberapa penderita mengalami miopati, yang sifatnya belum diketahui. Frekuensi terjadinya miopati lebih besar pada penderita yang diobati dengan triamnisolon.
- Penggunaan obat ini maupun metilprednisolon berhubungan dengan timbulnya mual, pusing dan penurunan berat badan pada beberapa penderita.
- Psikosis juga dapat terjadi, terutama pada penderita yang mendapat dosisbesar kortikosteroid.
- Terapi jangka lama dapat menimbulkan perkembangan katarak subkapsular posterior. Hal ini ditunjukkan dengan pemeriksaan slitlamp periodik pada penderita ini. Biasa terjadi peningkatan tekanan intraokular, danmungkin menyebabkan glaukoma.
- Juga terjadi hipertensi intrakranial jinak. Padadosis 45 mg/m2/hari atau lebih, dapat terjadi retardasi pertumbuhan padaanak-anak.
- Jika diberikan dalam jumlah lebih besar dari jumlah fisiologi, steroidseperti kortison dan hidrokortison yang mempunyai efek mineralokortikoidselain efek glukokortikoid, dapat menyebabkan retensi natrium dan cairan sertahilangnya kalium.
- Pada penderita dengan fungsi kardiovaskular dan ginjal normal,hal ini dapat menimbulkan alkalosis hipokloremik hipokalemik, dan akhirnyapeningkatan tekanan darah.
- Pada penderita hiponatremia, penyakit ginjal, atau penyakit hati, dapat terjadi edema.
- Pada penderita penyakit jantung, tingkatretensi natrium yang sedikit saja dapat menyebabkan gagal jantung kongestif.
Penanganan Efek Samping
- Penanganan yang disarankan untuk saat ini pada penderita yang mendapatkan efek samping kortikosteroid adalah dengan melakukan penurunankonsumsi dosis kortikosteroid secara perlahan-lahan (tapering off).
- Jika timbul diabetes, diobati dengan diet dan insulin. Sering penderita yang resisten denganinsulin, namun jarang berkembang menjadi ketoasidosis.
- Pada umumnya penderita yang diobati dengan kortikosteroid seharusnya diberi diet protein tinggi, dan peningkatan pemberian kalium serta rendah natrium seharusnya digunakan apabila diperlukan
- Kortikosteroid Topikal, Jenis Penggolongan dan Efek Sampingnya
- Pemberian obat alergi untuk penderita alergi bukan jalan keluar utama yang terbaik. Pemberian obat jangka panjang adalah bentuk kegagalan mengidentifikasi dan menghindari penyebab.Kortikosteroid topikal masih memegang peran besar dalam inflamasi kulit. Steroid topikal adalah bentuk topikal kortikosteroid. Steroid topikal adalah obat topikal yang paling sering diresepkan untuk pengobatan ruam, eksim dermatitis, dan. Steroid topikal memiliki sifat anti-inflamasi, dan diklasifikasikan berdasarkan kemampuan vasokonstriksi. Ada banyak produk steroid topikal. Semua persiapan di kelas masing-masing memiliki sifat anti-inflamasi yang sama, tetapi dasarnya berbeda dalam dasar dan harga. Namun ada kekhawatiran yang cukup besar, terkait efek samping. Dua yang terbesar adalah penipisan kulit dan efek sisitemik yaitu supresi HPA-axis dan sindrom Cushing.Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh. Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya,misalnya deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan kortisol.Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk mengontrol respon inflamasi. Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama yaituglukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroidyang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinyanyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,triamsinolon, dan betametason.Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yangefek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasiyang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air danelektrolit terlalu besar.Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu. Merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk melembabkan kulit, melicinkan, ataumendinginkan area yang dirawatSemua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A – D. Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapatditambahkan pada posisi 10 dan 13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17.Semua steroid termasuk glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestroldengan 3 cincin heksana dan 1 cincin pentana. Hormon steroid adrenal disintesis darikolestrol yang terutama berasal dari plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadikolestrol, yang kemudian dengan bantuan enzim diubah lebih lanjut menjadikortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah dengan 19 atom karbon.Hormon steroid pada prekursor serta metabolitnya memperlihatkan perbedaan pada jumlah dan jenis gugus yang tersubstitusi, jumlah serta lokasi ikatan rangkapnya, dan pada konfigurasi stereo kimiawinya. Tatanama yang tepat untuk menyatakan formulasi kimiawi ini sudah disusun. Atom karbon yang asimetris (pada molekul C21)memungkinkan terjadinya stereo isomerisme. Gugus metil bersudut (C19 dan C18) pada posisi 10 dan 13 berada di depan sistem cincin dan berfungsi sebagai titik acuan.Substitusi nukleus dalam bidang yang sama dengan bidang gugus ini diberi simbol cisatau “β”. Substitusi yang berada di belakang bidang sistem cincin diberi simbol trans atau“α”. Ikatan rangkap dinyatakan oleh jumlah atom karbon yang mendahului. Hormonsteroid diberi nama menurut keadaan hormon apakah hormon tersebut mempunyai satu gugus metil bersudut (estran, 18 atom karbon), dua gugus metil bersudut (androstan, 19atom karbon) atau dua gugus bersudut plus 2 rantai – samping karbon pada C17(pregnan, 21 atom karbon)
Penggolongan menurut USA systemThe USA system menggunakan 7 kelas, yang diklasifikasikan oleh kemampuan mereka untuk menyempitkan kapiler. Kelas I adalah yang terkuat atau superpotent. Kelas VII adalah yang paling lemah dan paling ringan.Group I
Sangat poten dan kuat potensinya 600 kali lebihkuat dibandingkan hydrocortisone- Clobetasol propionate 0.05% (Dermovate)
- Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprolene)
- Halobetasol proprionate 0.05% (Ultravate, Halox)
- Diflorasone diacetate 0.05% (Psorcon)
Group II
- Fluocinonide 0.05% (Lidex)
- Halcinonide 0.05% (Halog)
- Amcinonide 0.05% (Cyclocort)
- Desoximetasone 0.25% (Topicort)
Group III
- Triamcinolone acetonide 0.5% (Kenalog, Aristocort cream)
- Mometasone furoate 0.1% (Elocon ointment)
- Fluticasone propionate 0.005% (Cutivate)
- Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprosone)
Group IV
- Fluocinolone acetonide 0.01-0.2% (Synalar, Synemol, Fluonid)
- Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort)
- Hydrocortisone butyrate 0.1% (Locoid)
- Flurandrenolide 0.05% (Cordran)
- Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort A ointment)
- Mometasone furoate 0.1% (Elocon cream, lotion)
Group V
- Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort,kenacort-a vail, cream, lotion)
- Fluticasone propionate 0.05% (Cutivate cream)
- Desonide 0.05% (Tridesilon, DesOwen ointment)
- Fluocinolone acetonide 0.025% (Synalar, Synemol cream)
- Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort cream)
Group VI
- Alclometasone dipropionate 0.05% (Aclovate cream, ointment)
- Triamcinolone acetonide 0.025% (Aristocort A cream, Kenalog lotion)
- Fluocinolone acetonide 0.01% (Capex shampoo, Dermasmooth)
- Desonide 0.05% (DesOwen cream, lotion)
Group VII
Kelas terlemah dari steroid topikal. Memiliki permeabilitas lipid yang lemah, dan tidak dapat menembus membran mukosa baik.- Hydrocortisone 2.5% (Hytone cream, lotion, ointment)
- Hydrocortisone 1% (Many over-the-counter brands)
Penggolongan Steroid Topical sesuai Potensinya
Nama merek dagang Nama Generik CLASS 1—Potensi sangat kuat Clobex Lotion/Spray/Shampoo, 0.05% Clobetasol propionate Cormax Cream/Solution, 0.05% Clobetasol propionate Diprolene Ointment, 0.05% Betamethasone dipropionate Olux E Foam, 0.05% Clobetasol propionate Olux Foam, 0.05% Clobetasol propionate Temovate Cream/Ointment/Solution, 0.05% Clobetasol propionate Ultravate Cream/Ointment, 0.05% Halobetasol propionate Vanos Cream, 0.1% Fluocinonide Psorcon Ointment, 0.05% Diflorasone diacetate Psorcon E Ointment, 0.05% Diflorasone diacetate CLASS 2—Potensi Kuat Diprolene Cream AF, 0.05% Betamethasone dipropionate Elocon Ointment, 0.1% Mometasone furoate Florone Ointment, 0.05% Diflorasone diacetate Halog Ointment/Cream, 0.1% Halcinonide Lidex Cream/Gel/Ointment, 0.05% Fluocinonide Psorcon Cream, 0.05% Diflorasone diacetate Topicort Cream/Ointment, 0.25% Desoximetasone Topicort Gel, 0.05% Desoximetasone CLASS 3—Potensi Sedang Kuat Cutivate Ointment, 0.005% Fluticasone propionate Lidex-E Cream, 0.05% Fluocinonide Luxiq Foam, 0.12% Betamethasone valerate Topicort LP Cream, 0.05% Desoximetasone CLASS 4—Potensi Sedang Kuat Cordran Ointment, 0.05% Flurandrenolide Elocon Cream, 0.1% Mometasone furoate Kenalog Cream/Spray, 0.1% Triamcinolone acetonide Synalar Ointment, 0.03% Fluocinolone acetonide Westcort Ointment, 0.2% Hydrocortisone valerate CLASS 5—Potensi Sedang Lemah Capex Shampoo, 0.01% Fluocinolone acetonide Cordran Cream/Lotion/Tape, 0.05% Flurandrenolide Cutivate Cream/Lotion, 0.05% Fluticasone propionate DermAtop Cream, 0.1% Prednicarbate DesOwen Lotion, 0.05% Desonide Locoid Cream/Lotion/Ointment/Solution, 0.1% Hydrocortisone Pandel Cream, 0.1% Hydrocortisone Synalar Cream, 0.03%/0.01% Fluocinolone acetonide Westcort Cream, 0.2% Hydrocortisone valerate CLASS 6—Potensi Sedang Aclovate Cream/Ointment, 0.05% Alclometasone dipropionate Derma-Smoothe/FS Oil, 0.01% Fluocinolone acetonide Desonate Gel, 0.05% Desonide Synalar Cream/Solution, 0.01% Fluocinolone acetonide Verdeso Foam, 0.05% Desonide CLASS 7—Potensi Lemah Cetacort Lotion, 0.5%/1% Hydrocortisone Cortaid Cream/Spray/Ointment Hydrocortisone Hytone Cream/Lotion, 1%/2.5% Hydrocortisone Micort-HC Cream, 2%/2.5% Hydrocortisone Nutracort Lotion, 1%/2.5% Hydrocortisone Synacort Cream, 1%/2.5% Hydrocortisone Karena risiko efek samping, banyak penelitian dilakukan untuk mencari derivate baru kortikosteroid, dengan tingkat keberhasilan bervariasi. Yang diinginkan tentunya obat dengan daya larut lemak lebih baik, aksi yang lebih terlokalisir, dan terbebas efek samping sistemik. Penelitian yang relatif baru menunjukkan bahwa derivate halogenasi dari androstan menunjukkan harapan. Fluticasone adalah salah satu kortikosteroid sintestis yang dikembangkan dari modifikasi struktur 19-carbon androstane.Tidak seperti androstone original, fluticasone propionate sangat selektif terhadap reseptor glukokortikoid dan memiliki aktivitas androgenik yang bisa diabaikan. Fluticasone sangat lipofilik membuatnya waktu paruhnya panjang, sekitar 8-12 jam. Selain itu sangat tipis peluangnya diserap secara sistemik dan proses metabolisnya cepat.Mekanisme Kerja- Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein inimerupakan perantara efek fisiologis steroid.
- Efek katabolik dari kortikosteroid bisadilihat pada kulit sebagai gambaran dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik (atropi epidermal, re-epitalisasilambat), produksi fibrolast mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi dermal, striae),efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler (telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasiyang lambat).
- Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti- proliferatif, dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalaminti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebutmengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapatmembentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti- proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid juga dapatmengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.
Glukokortikoid topikalGlukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai. Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses radang.Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :- Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukupmemadai
- Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
- Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
- Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion,salep berlemak (fatty ointment).
Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi didaerah yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosomyang menurun diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi danmelepaskan sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan efek anti-inflamasi kortikosteroid. Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini bahwa khasiat utama anti radang bersifat menghambat : tanda-tanda radang untuk sementaradiredakan. Perlu diingat bahwa penyebabnya tidak diberantas, maka bila pengobatandihentikan, penyakit akan kambuh.Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.- Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkanvasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan denganstruktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison didalam tubuh mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%.
Penetrasi Ke kulit- Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison banyak mengalami perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih baik apabila yang dipakai adalah vehikulum yang bersifattertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion, salep, fattyointment (paling baik penetrasinya).
- Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal, misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada lengan bawah ventral diabsorpsi.
- Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83kali yang melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum.
- Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik dan pada penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk penetrasi.
- Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan, dan efek anti-inflamasi.
- Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisialdermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksiini biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi inidigunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen.
- Efek anti-proliferatif kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari sintesis danmitosis DNA. Kontrol dan proliferasi seluler merupakan suatu proses kompleks yangterdiri dari penurunan dari pengaruh stimulasi yang telah dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-proses ini mungkin dipengaruhi oleh kortikosteroid. Glukokortikoid jugadapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan. Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwakortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisamenjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa.
- Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti.Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya denganmenghibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam arakidonik.
- Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi kortikosteroid adalahmenghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran lisosom dari sel-selfagosit.
Penggunaan Kortikosteroid Topikal- Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihanuntuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatankausal.
- Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal adalah psoriasis,dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dandermatitis solaris (fotodermatitis).
- Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan harapan agar remisi lebih cepat terjadi.
- Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus erimatousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosislipiodika diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid,eksantema fikstum.
- Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek sampingsedikit dan harga murah ; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan,yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas tidaknya lesi, dalam dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi.
- Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.
- Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 kali per hari sampai penyakittersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalahmenurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti efek vasokontriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokontriksi akan timbul kembali dan akan menghilanglagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan.
Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :- Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
- Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu,sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlahsalah satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan denganhidrokortison asetat 1%.
- Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab untuk semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkanruam khas suatu dermatosis. Tinea dan scabies incognito adalah tinea danscabies dengan gambaran klinik tidak khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.
Efek Samping
Lengan bawah wanita usia 47 tahun yang menunjukkan kerusakan kulit karena penggunaan topical steroidSecara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striaeatrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat,hipopigmentasi, dermatitis peroral.Efek samping dapat terjadi apabila :- Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
- Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat oklusif. Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Denganini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yanglebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunaka
Efek Samping Kortikosteroid topical- Diabetes Melitus
- osteoporosis
- Dermatitis kontak alergi
- steroid atrofi
Efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat:- Efek Epidermal Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal,suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran darikonvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretino intopikal secara konkomitan. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.
- Efek Dermal Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Inimenyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akanmenyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermalyang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ininantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usiakulit prematur.
- Efek Vaskular Efek ini termasuk Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkanvasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darahyang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.
- Ketergantungan atau Rebound: sindrom penarikan kortikosteroid adalah kejadian sering terlihat, juga disebut “Sindrom Kulit Merah”. Penghentian total steroid adalah wajib dan, sementara reversibel, dapat menjadi proses yang berkepanjangan dan sulit diatasi
- Terlalu sering menggunakan steroid topikal dapat menyebabkan dermatitis. Penarikan seluruh penggunaan steroid topikal dapat menghilangkan dermatitis.
- Dermatitis perioral: Ini adalah ruam yang terjadi di sekitar mulut dan daerah mata yang telah dikaitkan dengan steroid topikal.
- Efek pada mata. Tetes steroid topikal yang sering digunakan setelah operasi mata tetapi juga dapat meningkatkan tekanan intra-okular (TIO) dan meningkatkan risiko glaukoma, katarak, retinopati serta efek samping sistemik
- Tachyphylaxis: Perkembangan akut toleransi terhadap aksi dari obat setelah dosis berulang tachyphylaxis signifikan dapat terjadi dari hari ke hari 4 terapi. Pemulihan biasanya terjadi setelah istirahat 3 sampai 4 hari. Hal ini mengakibatkan terapi seperti 3 hari, 4 hari libur, atau satu minggu pada terapi, dan satu minggu off terapi.
- Efek samping lokal: Ini termasuk hipertrikosis wajah, folikulitis, miliaria, ulkus kelamin, dan granuloma infantum gluteale.
- Penggunaan jangka panjang mengakibatkan Scabies Norwegia, sarkoma Kaposi, dan dermatosis yang tidak biasa lainnya.
- Jamkhedkar Preeta dkk tahun 1996 pernah melakukan studi untuk mengevaluasi keamanan dan tolerabilitas fluticasone ini dalam terapi eksim dan psoriasis. Fluticasone propionate 0.05% dibandingkan dengan krim betamethasone valerate 0,12%. Ada 107 pasien yang menyelesaikan studi, 61 menderita psoriasis dan 46 menderita eksim.
- Secara efikasi dan afinitas, fluticasone propionate maupun betamethasone valerate menunjukkan hasil yang setara. Penipisan kulit, setelah dilakukan ultrasound atau biopsi tidak signifikan dibandingkan placebo dalam terapi lebih dari 8 minggu, dengan sekali terapi sehari. Fluticasone propionate sama sekali tidak menimbulkan efek samping sistemik berupa supresi HPA-axis.
- Studi untuk menilai efek samping penggunaan fluticasone propionate, dalam hal ini supresi HPA-axis, dilakukan oleh Hebert dkk dari University of Texas-Houston Medical School. Studi dilakukan pada anak-anak (3 bulan-6 tahun) penderita dermatitis atopik skala luas, yakni hampir 65% permukaan kulit mendapat terapi. Penilaian studi adalah absennya supresi adrenal dengan pemberian fluticasone propionate 0,05%. Ternyata tidak ada perbedaan signifikan dalam kadar kortisol rata-rata, sebelum dan setelah terapi. Pada pasien usia 3 bulan, fluticasone tidak berimbas pada fungsi HPA axis serta tidak menyebabkan penipisan kulit meskipun diberikan fluticasone secara ekstensif.
- Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewanmenunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi diabsorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus dihindari kecuali mendapat nasehat daridokter untuk menggunakannya. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaankortikosteroid topikal harus dihindari dan diperhatikan. Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-anak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar