Sabtu, 26 September 2015

Hormon

Hormon (dari bahasa Yunaniόρμήhorman - "yang menggerakkan") adalah pembawa pesan kimiawi antar sel atau antarkelompok sel. Semua organisme multiselular, termasuk tumbuhan (lihat artikel hormon tumbuhan), memproduksi hormon.
Hormon beredar di dalam sirkulasi darah dan fluida sell untuk mencari sel target. Ketika hormon menemukan sel target, hormon akan mengikat protein reseptor tertentu pada permukaan sel tersebut dan mengirimkan sinyal. Reseptor protein akan menerima sinyal tersebut dan bereaksi baik dengan memengaruhi ekspresi genetik sel atau mengubah aktivitas protein selular,[1] termasuk di antaranya adalah perangsangan atau penghambatan pertumbuhan serta apoptosis (kematian sel terprogram), pengaktifan atau penonaktifan sistem kekebalan, pengaturan metabolisme dan persiapan aktivitas baru (misalnya terbang, kawin, dan perawatan anak), atau fase kehidupan (misalnya pubertas dan menopause). Pada banyak kasus, satu hormon dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon lainnya. Hormon juga mengatur siklus reproduksi pada hampir semua organisme multiselular.
Pada hewan, hormon yang paling dikenal adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar endokrin vertebrata. Walaupun demikian, hormon dihasilkan oleh hampir semua sistem organ dan jenis jaringan pada tubuh hewan. Molekul hormon dilepaskan langsung ke aliran darah, walaupun ada juga jenis hormon - yang disebut ektohormon (ectohormone) - yang tidak langsung dialirkan ke aliran darah, melainkan melalui sirkulasi atau difusi ke sel target.
Pada prinsipnya pengaturan produksi hormon dilakukan oleh hipotalamus (bagian dari otak). Hipotalamus mengontrol sekresi banyak kelenjar yang lain, terutama melalui kelenjar pituitari, yang juga mengontrol kelenjar-kelenjar lain. Hipotalamus akan memerintahkan kelenjar pituitari untu mensekresikan hormonnya dengan mengirim faktor regulasi ke lobus anteriornya dan mengirim impuls saraf ke posteriornya dan mengirim impuls saraf ke lobus posteriornya.
Pada tumbuhan, hormon dihasilkan terutama pada bagian tumbuhan yang sel-selnya masih aktif membelah diri (pucuk batang/cabang atau ujung akar) atau dalam tahap perkembangan pesat (buah yang sedang dalam proses pemasakan). Transfer hormon dari satu bagian ke bagian lain dilakukan melalui sistem pembuluh (xilem dan floem) atau transfer antarsel. Tumbuhan tidak memiliki kelenjar tertentu yang menghasilkan hormon.
Memiliki buah hati adalah impian setiap pasangan yang sudah menikah. Sekian lama belum dikarunia keturunan, tentu akan membuat pasangan suami istri risau dan gelisah. Dalam kasus seperti ini, istrilah yang biasanya merasakan beban paling berat. Apalagi ada pandangan bahwa penyebab semua itu adalah dari pihak istri. Padahal bukanlah seperti itu bukanlah salah istri, karena setiap takdir Allah-lah yang telah menggariskannya. Lagipula, tidak selalu istri yang menjadi penyebabnya, pihak suami dapat pula menjadi sebab belum dikaruniai keturunan. Atau bisa saja penyebabnya bukan karena masalah infertilitas tetapi juga masalah psikologi.
Apa itu Kesuburan atau fertilitas?
Kesuburan atau fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk hamil dan melahirkan anak yang disebabkan karena adanya pembuahan. Seorang wanita dikatakan sedang subur, jika ia melepaskan sel telur yang telah matang agar dapat dibuahi oleh sperma. Masa subur seorang wanita mudah dikenali dengan adanya siklus menstruasi dan perubahan lainnya yang dapat dilihat secara fisik. Rata-rata dalam setiap siklus menstruasi, satu atau beberapa sel telur akan tumbuh dan matang. Ovulasi merupakan proses pelepasan telur yang telah matang dari dalam rahim kemudian berjalan menuju tuba falopi untuk dibuahi. Masa subur pria tidak mempunyai siklus bulanan seperti masa subur wanita. Namun, pria juga memiliki masa subur, yaitu suatu masa dimana sperma pria dalam kondisi terbaik dan memiliki kemungkinan besar dapat membuahi sel telur dan terjadi setiap pagi hari atau terutama saat musim dingin karena pada waktu-waktu itu seorang pria memiliki jumlah sperma yang lebih banyak.
Apa Saja Hormon Yang Mempengaruhi Kesuburan?
Ada beberapa hormon penting yang berhubungan dengan kesuburan pada pasangan suami istri. Apabila hormon itu terganggu, maka akan berdampak terhadap kesuburan. Hormon-hormon tersebut antara lain:
  • FSH (Follicle-Stimulating Hormone), yang berfungsi membantu perkembangan folikel pada indung telur dan pembentukan estrogen.
  • LH (Luteinizing Hormonon), yang mengatur ovulasi dan pembentukan korpus luteum (badan kelenjar yang menghasilkan hormon pregesteron).
  • Hormon esterogen, yang mengatur perkembangan dan menjaga ciri-ciri kewanitaan. Hormon ini diproduksi di dalam indung telur, plasenta, dan ginjal kecil.
  • Hormon progesteron, hormon ini sebagai pelindung kehamilan yang diproduksi oleh korpus luteum dalam indung telur.
  • Hormon tiroid, kekurangan hormon ini akan mengganggu metabolisme tubuh yang menyebabkan sel telur tidak matang.
Hormon-hormon ini berfungsi merangsang ovarium atau indung telur hingga terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel diikuti ovulasi atau keluarnya sel telur.
Bagaimana Mengatasi Gangguan Ketidaksuburan?
Ketidaksuburan salah satunya disebabkan karena adanya gangguan sistem hormonal. Pada wanita, gejala gangguan sistem hormonal umumnya ditandai dengan nyeri haid dan haid tidak teratur. Membatasi asupan makanan padat kalori terutama karbohidrat dan lemak merupakan langkah awal usaha untuk mendapatkan keturunan. Penting juga untuk memperkaya keragaman bahan makanan, terutama yang kaya gizi penyubur sistem reproduksi, seperti vitamin E, vitamin C, vitamin B12, asam folat, betakaroten, zat besi, seng, dan selenium. Sebagaimana wanita, yang membutuhkan cukup asupan asam folat dan gizi penyubur lain, pria pun demikian untuk menunjang sistem reproduksinya.
Selain memperkaya asupan gizi, usaha yang dapat dilakukan adalah terapi hormon, meskipun tak berarti semua kasus infertilitas bisa diatasi dengan terapi hormon. Terapi hormon hanya dilakukan bila koordinasi atau produksi hormonnya kurang baik. Terapi hormon dilakukan untuk mengatasi gangguan ketidaksuburan dengan cara penambahan hormon dari luar. Adapun kasus yang menyebabkan dilakukannya terapi ini bila hormon yang menghasilkan FSH (Follicle Stimulating Hormone)  dan LH (Luteinezing Hormone) di dalam tubuh kurang. Kekurangan hormon ini membuat infertilitas (tak subur), baik pada pria maupun pada wanita. Pada pria akan mempengaruhi jumlah sperma, sedangkan pada wanita menyebabkan gangguan pembentukan ovulasi atau sel telur.
Apa Saja Obat-Obat Hormon Peningkat Kesuburan?
Dalam proses pengobatan gangguan kesuburan (infertilitas) ada beberapa obat yang digunakan untuk merangsang pembentukan sel telur (ovulasi) sehingga kapan terjadinya masa subur dapat diprediksi, obat ini biasa disebut dengan induksi ovulasi. Berikut beberapa contoh obat dan indikasinya:
  • Clomiphene citrate (Clomid), obat ini sering menjadi pilihan pertama untuk mengobati infertilitas, karena efektif dan telah digunakan selama lebih dari 25 tahun. Obat ini digunakan untuk merangsang perkembangan sel telur di indung telur. Obat ini merupakan golongan antiestrogen yang menyebabkan kelenjar hipofisis melepaskan lebih banyak FSH dan LH yang merangsang pertumbuhan folikel pada indung telur. Klomifen sitrat merupakan pilihan pertama dalam proses induksi ovulasi karena biaya yang murah dan kemudahan.
Penggunaan: Dosis awal clomiphene citrate adalah 50 miligram per hari selama lima hari. Obat diminum secara oral mulai hari haid ke 3-5. Jika dalam penggunaannya tidak terjadi ovulasi seperti yang diharapkan, dosis 50 mg standar dapat ditingkatkan berdasarkan kebijaksanaan dokter. Sebagian dokter menyarankan dalam pengobatan dengan obat ini tidak lebih dari 6 bulan. Jika dalam jangka waktu tersebut tanda-tanda kehamilan belum muncul, maka kemungkinan besar dokter akan meresepkan obat yang berbeda atau merujuk ke spesialis infertilitas. Efek samping dari clomiphene umumnya ringan, seperti penglihatan kabur , mual, kembung , sakit kepala,  nyeri payudara , dan perubahan suasana hati.
  • Gonadotropin dengan agonis GnRH, obat ini biasanya digunakan untuk kasus yang gagal diobati dengan Clomiphene citrate. Gonadotropin secara langsung merangsang kelenjar hipofisis untuk melepaskan  lebih banyak FSH dan LH. Jenisnya ada yang merupakan rekombinan FSH (murni) atau yang mengandung kombinasi FSH dan LH (hMG). Nama merek untuk obat ini antara lain: Pergonal , Humegon , dan Repronex atau teknologi rekombinan yang dihasilkan gonadotropin seperti Follistim dan Gonal F. Kebanyakan dokter memulai perawatan dengan gonadotropin pada hari 2,3 atau 4 siklus menstruasi. Pengobatan gonadotropin memerlukan serangkaian suntikan dan pemantauan lebih intensif daripada penggunaan clomiphene citrate dan tentunya jauh lebih mahal.
  • Progesteron adalah hormon yang mendukung perkembangan lapisan rahim (endometrium) pada fase luteal dan mempersiapkan endometrium untuk tempat menempelnya embrio. Suplemen progesteron kadang-kadang digunakan dengan clomiphene dan/atau gonadotropin. Progesteron dapat diberikan melalui suntikan intramuskular, bisa juga dengan pemberian obat melalui vagina (suppositoria vagina).
  • Bromocriptine (Parlodel),  merupakan obat yang dirancang untuk menurunkan kadar prolaktin dalam aliran darah. Bromocriptine diresepkan dalam kasus prolaktin tinggi dan menghasilkan 85-90% tingkat keberhasilan ovulasi (di mana tidak terdapat faktor ketidaksuburan lainnya). Prolaktin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis yang biasanya meningkat selama kehamilan dan menyusui. Namun terkadang meningkat pada wanita yang tidak hamil dan tidak menyusui yang dapat menyebabkan siklus haid tidak teratur. Obat lain yang serupa adalah pergolide, dijual sebagai Permax. Obat ini diberikan secara oral dalam dosis kecil dan meningkat sesuai kebutuhan. Efek samping yang paling umum terjadi di antaranya adalah mengantuk dan mual.
  • Kortikosteroid. Dalam beberapa wanita, kelenjar adrenal dapat menghasilkan jumlah kelebihan androgen, atau hormon tipe laki-laki. Peningkatan kadar androgen ini, seperti testosteron dan androstenedion, dapat mengganggu ovulasi. Dalam kasus ini, dosis rendah kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan kadar androgen ke kisaran normal. Satu obat yang biasa digunakan untuk ini adalah deksametason. Hal ini diberikan dalam dosis yang sangat rendah yang hampir tidak menimbulkan efek samping yang serius.
  • Thyroid, kelenjar tiroid yang normal sangat penting dalam terjadinya ovulasi. kekurangan hormon ini akan mengganggu metabolisme tubuh yang menyebabkan sel telur tidak matang. Tes darah yang sederhana biasanya dapat mendeteksi adanya masalah dari kelenjar tiroid ini. Dalam kasus seperti ini, suplemen hormon tiroid, seperti Synthroid diperlukan agar terjadi ovulasi normal.
Perlu diingat, dalam menggunakan obat-obat di atas, tentu melalui proses konsultasi terlebih dahulu kepada dokter ahli yang mengani masalah ketidaksuburan, sehingga pengobatan akan menjadi tepat dan rasional.

Histamin

Histamin adalah suatu senyawa amina nabati yang disebut juga bioamina.[1] Histamin ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich pada tahun 1878.
Histamin adalah bahan kimia yang diproduksi dan disimpan dalam tubuh. Histamin adalah bagian dari respon kekebalan tubuh kita dan dilepaskan selama reaksi alergi. Pelajari lebih lanjut tentang zat Histamin dan tujuannya dalam tubuh.

Pengertian Histamin

Apakah Anda menderita alergi? Mungkin Anda sudah familiar dengan gejala demam yang muncul setiap musim semi. Anda mungkin mengalami bersin, gatal, mata berair dan energi rendah ketika musim semi mekar penuh. Atau mungkin Anda memiliki alergi terhadap hewan dan setiap kali kucing bersentuhan dengan Anda, Anda timbul ruam. Apapun gejala yang mungkin Anda alami, mereka disebabkan oleh reaksi alergi dalam tubuh Anda yang melepaskan bahan kimia yang disebut histamin. Dalam artikel ini, kita akan melihat lebih dekat pada zat ini dan memperoleh pemahaman tentang tujuannya dalam tubuh.
Seperti disebutkan sebelumnya, histamin adalah bahan kimia yang tersimpan dalam tubuh kita. Hal ini dihasilkan oleh sel-sel yang dikenal sebagai sel mast. Histamin adalah sebuah molekul protein dengan rumus kimia C5H9N3. Ini berfungsi sebagai bagian penting dari respon kekebalan tubuh kita. Ketika kita bersentuhan dengan alergen, seperti serbuk sari atau bulu binatang, histamin dilepaskan oleh tubuh ke lokasi kontak. Tujuan dari respon ini adalah untuk membantu tubuh mengatasi iritasi yang disebabkan oleh alergen. Anehnya, histamin dilepaskan sebenarnya menyebabkan gejala alergi. Selain itu, dalam kasus-kasus alergi parah, pelepasan histamin dapat mematikan.

Peran Histamin

Dalam rangka untuk lebih memahami peran histamin, mari kita telusuri reaksi alergi secara lebih rinci. Bayangkan berjalan melalui lapangan rumput yang tinggi selama bulan Juni (atau musim berbunga). Bagi Anda yang mengalami alergi, saya hampir tidak perlu untuk menggambarkan pas bersin Anda yang akan Anda alami. Hidung Anda akan mulai bekerja, dan mata dan tenggorokan segera terasa gatal, tapi kenapa? Dan apa, tepatnya, apakah ini ada hubungannya dengan histamin?
Dalam skenario tertentu, serbuk sari telah memasuki tubuh melalui hidung dan mulut. Seringkali ketika ada benda asing di dalam tubuh Anda, sistem kekebalan tubuh akan dipicu. Hal ini karena paling sering penyerbu benda asing yaknibakteri atau virus. Karena tubuh Anda diprogram untuk melawan infeksi dan menjaga lingkungan internal yang sehat, harus bertindak ketika ada penyusup. Dalam kasus ini, itu adalah butiran mikroskopis serbuk sari yang sekarang dianggap musuh, dan tubuh Anda ingin membersihkan diri dari hama ini. Jadi, sinyal segera dikirim keluar untuk pelepasan histamin.
Histamin sekarang bertindak sebagai pembawa pesan, melakukan perjalanan ke lokasi iritasi untuk mengaktifkan respon tertentu di daerah itu. Secara kimiawi, histamin bekerja dalam tubuh dengan cara mengikat dengan reseptor khusus pada molekul protein di berbagai bagian tubuh. Ketika terikat pada reseptor, efek tertentu diproduksi, seperti peradangan atau peningkatan produksi lendir. Reaksi alergi seseorang mengalami tergantung pada jumlah histamin dilepaskan. Ini bervariasi dari individu ke individu.
Ada empat jenis situs reseptor dalam tubuh. Salah satu yang paling penting adalah dikenal sebagai H1. Reseptor ini terlibat dalam reaksi alergi. Tapi ini bukan satu-satunya peran histamin dalam tubuh. Histamin juga mengikat reseptor H1 untuk membantu mengatur jam internal Anda. Pengikatan histamin pada reseptor H1 membuat Anda merasa lebih waspada. Selain itu, pengikatan histamin dengan jenis lain dari reseptor mempengaruhi sekresi asam lambung serta beberapa efek neurologis.

Efek Histamin

Ketika histamin tiba di lokasi iritasi, hal itu menyebabkan beberapa efek penting. Salah satunya adalah dilatasi, atau pelebaran, pembuluh darah kecil di daerah itu. Hal ini dikenal sebagai respon inflamasi, atau pembengkakan. Pembengkakan meningkatkan aliran darah ke daerah tersebut. Apakah anda pernah disengat lebah? Biasanya kulit semakin merah dan bengkak yang tepat di sekitar lokasi sengatan. Hal ini disebabkan histamin memicu pembuluh darah untuk membesar. Meskipun dapat menjadi tidak nyaman, peradangan merupakan bagian dari proses penyembuhan alami tubuh. Dengan memungkinkan untuk aliran darah lebih cepat ke daerah, sel darah putih dapat disampaikan pada tingkat yang lebih cepat. Gatal-gatal dan ruam adalah contoh lain dari respon inflamasi.
Histamin juga menyebabkan penyempitan pada otot polos. Jika Anda memiliki asma, histamin adalah sebagian untuk disalahkan. Ketika iritasi yang terhirup ke paru-paru, histamin dilepaskan ke daerah itu, dan otot-otot halus di sekitar bronkus mengkontraksi paru-paru. Hal ini membuat sulit bernapas dan dapat menghasilkan serangan asma.
Sekarang, hal itu mungkin tampak berlawanan dengan intuisi bahwa histamin dilepaskan sebagai bagian dari respon imun tetapi sebenarnya menghasilkan gejala alergi. Ada tujuan untuk proses ini. Mari kita mempertimbangkan gejala alergi yang umum, seperti bersin dan hidung meler. Bersin adalah alat yang ampuh yang digunakan oleh tubuh Anda untuk meledakan keluar penyusup yang tidak diinginkan. Apa cara yang lebih baik untuk mencoba untuk mengusir serbuk sari dari rongga hidung Anda?
Selain itu, ketika hidung Anda mulai berjalan seperti keran, itu hanyalah histamin memberitahu tubuh Anda untuk menghasilkan lebih banyak mukosa. Lendir adalah cara tubuh Anda mencoba untuk membersihkan alergen keluar dari hidung Anda. Hal ini dapat mengganggu namun gejala lain yang disebabkan oleh histamin yang ditujukan.
Meskipun histamin dimaksudkan untuk menjadi bagian dari mekanisme pertahanan tubuh, juga dapat mematikan. Beberapa orang memiliki respon imun yang sangat kuat terhadap alergen tertentu, seperti sengatan lebah. Respon ini merangsang pelepasan jumlah yang sangat besar histamin, dimana tubuh tidak dapat menangani sekaligus. Hasilnya bisa syok anafilaktik, yang bisa menyebabkan kematian.

Peran Antihistamin

Meskipun histamin dilepaskan sebagai cara tubuh mencoba untuk membantu, itu benar-benar dapat menghasilkan lebih dari gangguan. Respon alergi yang disebabkan oleh histamin dapat menyebabkan kesengsaraan mutlak bagi penderita alergi. Untuk alasan itu, antihistamin dikembangkan sebagai cara untuk mengatasi gejala alergi.
Antihistamin bekerja dengan mengikat reseptor sel yang biasanya diikat oleh histamin. Dengan memblokir lokasi reseptor, histamin tidak dapat menyampaikan pesan bagi tubuh untuk menghasilkan gejala alergi. Jadi, bersin, gatal, dan peradangan umumnya dapat berkurang.
Namun, sebagaimana disebutkan sebelumnya, pengikatan histamin pada reseptor H1 membantu mengatur jam internal Anda. Jika antihistamin yang digunakan dan histamin tidak mampu mengikat dengan baik, tingkat kewaspadaan mungkin akan menurun. Mengantuk adalah efek samping yang umum dari antihistamin.

Jumat, 25 September 2015

Anti Histamin

Fungsi, Jenis, dan Efek Samping Antihistamin


CTM

Antihistamin adalah obat yang biasa digunakan untuk mengobati reaksi atau gejala alergi, seperti hay fever (rinitis alergi). Antihistamin juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit lain, seperti vertigo, dan insomnia.

Beberapa reaksi alergi yang dapat diatasi dengan antihistamin, antara lain:
  • Hay fever atau alergi serbuk bunga
  • Kondisi alergi kulit, seperti kaligata (urtikaria) dan dermatitis
  • Gatal-gatal
  • Gigitan atau sengatan serangga.
Selain itu, beberapa jenis antihistamin dapat digunakan untuk membantu meringankan gejala penyakit vertigo dan insomnia.

Jenis utama antihistamin

Antihistamin terdiri dari dua jenis utama seperti yang kami uraikan di bawah ini.

Penenang
Antihistamin jenis ini sering disebut dengan antihistamin sedatif. Kerjanya akan mempengaruhi otak, sehingga menyebabkan Anda mengantuk. Contoh antihistamin sedatif yang populer adalah chlorpheniramine maleate atau sering kita kenal dengan sebutan CTM (contohnya Piriton dan Alleron).

Non-penenang
Antihistamin ini sering disebut dengan antihistamin non-sedatif. Jenis antihistamin yang satu ini kurang memiliki efek pada otak dan tidak membuat Anda begitu mengantuk. Contoh dari antihistamin non-sedatif ini adalah acrivastine (contohnya Benadryl).

Cara kerja antihistamin

Sistem kekebalan tubuh manusia akan memberikan perlindungan dari zat berbahaya, seperti bakteri dan virus. Sistem kekebalan tubuh akan memproduksi antibodi yang bertugas untuk mengeliminasi atau menghilangkan zat-zat berbahaya ini dari tubuh.

Pada reaksi alergi, sistem kekebalan tubuh akan bereaksi terhadap zat yang sebenarnya tidak berbahaya, seperti serbuk sari. Ketika ini terjadi, zat kimia yang disebut histamin dilepaskan oleh sistem kekebalan tubuh. Histamin sebenarnya sangat berguna karena dapat membantu menyembuhkan jaringan yang rusak. Namun reaksi histamin ini juga dapat menyebabkan gejala seperti:
  • Pilek atau hidung meler
  • Gatal-gatal pada mata, hidung, tenggorokan atau kulit
  • Bersin-bersin
  • Urtikaria (kaligata).
Antihistamin akan bekerja dengan memblokir (menghalangi) efek histamin di dalam tubuh Anda, yang akhirnya akan membantu mencegah peradangan dan meredakan reaksi alergi.

Ada pula bentuk reaksi alergi yang hebat, gejalanya biasanya:
  • Kesulitan bernapas
  • Bibir dan kelopak mata bengkak
  • Jantung berdebar-debar.
Jenis reaksi alergi ini disebut anafilaksis, yang harus segera mendapatkan pertolongan medis karena ini merupakan kondisi serius yang dapat mengancam nyawa. Biasanya pihak medis akan menyuntikkan adrenalin untuk kondisi anafilaksis. Tapi terkadang juga suntikan antihistamin juga digunakan selain suntikan adrenalin.

Cara mengonsumsi antihistamin

Beberapa jenis antihistamin dijual bebas di pasaran, contohnya chlorpheniramine maleate (misalnya CTM, Alleron, dan Piriton), loratadine (misalnya Clarityn) dan cetirizine (misalnya Zirtek). Sedangkan beberapa jenis antihistamin lainnya hanya bisa dibeli dengan resep dokter, karena cukup berbahaya jika dikonsumsi tidak dibawah pengawasan dokter.

Tergantung dari jenis antihistamin yang Anda butuhkan, antihistamin tersedia dalam bentuk tablet, cairan, semprotan hidung, krim dan suntikan. Untuk antihistamin jenis krim, sebaiknya menggunakannya hanya dalam waktu singkat karena juga dapat menyebabkan reaksi alergi, dan jangan mengoleskannya pada area kulit rusak (seperti koreng dan luka), kecuali jika telah diizinkan dokter.

Antihistamin dan kehamilan

Jika Anda hamil, sangat disarankan untuk tidak mengonsumsi antihistamin. Hal ini juga berlaku untuk wanita menyusui karena antihistamin dapat terkonsumsi bayi Anda melalui ASI. Jika memang Anda mengalami reaksi alergi atau perlu menggunakan antihistamin padahal sedang hamil atau menyusui, sebaiknya mintalah saran dokter.

Untuk penderita epilepsi, penggunaan antihistamin sedatif juga harus mendapatkan izin dari dokter. Dan tidak boleh mengonsumsi antihistamin sedatif jika memiliki penyakit hati yang berat.

Efek samping antihistamin

Efek samping tiap-tiap jenis antihistamin dapat berbeda-beda, begitu pula efek samping satu jenis antihistamin juga dapat berbeda-beda pada tiap-tiap orang. Selalu baca keterangannya pada kemasan antihistamin.

Antihistamin sedatif (penenang) akan membuat Anda merasa sangat mengantuk dan juga mempengaruhi koordinasi tubuh. Karena itu, disarankan untuk tidak mengendarai kendaraan atau mengoperasikan mesin tertentu yang berbahaya selama 24 jam setelah mengonsumsi antihistamin sedatif. Sedangkan alkohol akan meningkatkan efek sedatif (penenang) dari jenis antihistamin sedatif. Tidak boleh meminum alkohol ketika selama mengonsumsi antihistamin sedatif. Sedangkan, antihistamin non-sedatif kurang menyebabkan kantuk atau bahkan tidak sama sekali.

Efek samping antihistamin yang cukup sering terjadi, antara lain:
  • Sakit kepala
  • Sukar buang air kecil
  • Mulut kering
  • Penglihatan kabur
  • Sakit dan muntah.
Sedangkan efek samping antihistamin yang jarang terjadi, antara lain:
  • Tekanan darah turun
  • Aritmia (irama jantung abnormal)
  • Pusing
  • Bingung
  • Depresi
  • Gangguan tidur
  • Tremor (gemetar pada bagian tubuh, lebih sering tangan)
  • Reaksi alergi (termasuk bengkak, ruam, dan kesulitan bernapas)
  • Gangguan hati dan darah.
Yang paling berisiko mengalami efek samping antihistamin adalah anak-anak dan orang tua diatas 65 tahun.

Interaksi antihistamin dengan obat lain

Tanyakan kepada dokter jika Anda akan mengonsumsi obat lain padahal sedang mengonsumsi antihistamin.

Antidepresan trisiklik akan berinteraksi dengan antihistamin dan dapat memperparah efek samping mengantuknya. Antihistamin mizolastine juga dapat berinteraksi dengan beberapa obat lain dan dapat menyebabkan gangguan irama jantung yang serius. Antihistamin yang satu ini hanya bisa dibeli dengan resep dokter.

Beberapa jenis obat anti jamur (panu, kadas, kurap) seperti ketokonazol, danantibiotik seperti eritromisin dapat meningkatkan kadar antihistamin non-sedatif dalam tubuh.

Dilarang meminum alkohol selama mengonsumsi antihistamin sedatif karena dapat meningkatkan efek samping mengantuknya.

Berbagai Jenis Generasi Antihistamin

Pemberian obat alergi untuk penderita alergi bukan jalan keluar utama yang terbaik. Pemberian obat jangka panjang adalah bentuk kegagalan mengidentifikasi dan menghindari penyebab.
Antihistamin adalah obat dengan efek antagonis terhadap histamin. Di pasaran banyak dijumpai berbagai jenis antihistamin dengan berbagai macam indikasinya. Antihistamin terutama dipergunakan untuk terapi simtomatik terhadap reaksi alergi atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin berlebih. Penggunaan antihistamin secara rasional perlu dipelajari untuk lebih menjelaskan perannya dalam terapi karena pada saat ini banyak antihistamin generasi baru yang diajukan sebagai obat yang banyak menjanjikan keuntungan.
H1-receptor antagonists
Dalam penggunaan umum, antihistamin merujuk hanya untuk antagonis H1, juga dikenal sebagai antihistamin H1. Telah ditemukan bahwa antihistamin H1-agonis adalah benar-benar berlawanan dengan reseptor histamin H1.  Secara klinis, H1 antagonis digunakan untuk mengobati reaksi alergi. Sedasi adalah efek samping yang umum, dan antagonis H1 tertentu, seperti diphenhydramine dan Doksilamin, juga digunakan untuk mengobati insomnia. Namun, antihistamin generasi kedua ini tidak melewati penghalang darah-otak, dan dengan demikian tidak menyebabkan kantuk.
  • Azelastine
  • Brompheniramine
  • Buclizine
  • Bromodiphenhydramine
  • Carbinoxamine
  • Cetirizine
  • Chlorpromazine (antipsychotic)
  • Cyclizine
  • Chlorpheniramine
  • Chlorodiphenhydramine
  • Clemastine
  • Cyproheptadine
  • Desloratadine
  • Dexbrompheniramine
  • Deschlorpheniramine
  • Dexchlorpheniramine
  • Dimenhydrinate (most commonly used as an antiemetic)
  • Dimetindene
  • Diphenhydramine (Benadryl)
  • Doxylamine (most commonly used as an OTC sedative)
  • Ebastine
  • Embramine
  • Fexofenadine
  • Levocetirizine
  • Loratadine
  • Meclozine (sering digunakansebagai antiemetik)
  • Olopatadine
  • Orphenadrine (sejenis diphenhydramine digunakan terutama sebagai relaksan otot rangka dan anti-Parkinson)
  • Phenindamine
  • Pheniramine
  • Phenyltoloxamine
  • Promethazine
  • Pyrilamine
  • Quetiapine (antipsychotic)
  • Rupatadine
  • Tripelennamine
  • Triprolidine
H2-receptor antagonists
Antagonis H2, seperti antagonis H1, juga agonis dan antagonis terbalik tidak benar. H2 reseptor histamin, ditemukan terutama di sel parietal dari mukosa lambung, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, mengobati kondisi pencernaan termasuk tukak lambung dan penyakit gastroesophageal reflux.
  • Cimetidine
  • Famotidine
  • Lafutidine
  • Nizatidine
  • Ranitidine
  • Roxatidine
Experimental: H3– and H4-receptor antagonists
Obat ini baru dalam tahap eksperimental dan belum memiliki penggunaan klinis, meskipun sejumlah obat ini sedang dalam percobaan manusia. H3-antagonis memiliki stimulan dan efek nootropic, dan sedang diselidiki untuk pengobatan kondisi seperti ADHD, penyakit Alzheimer, dan skizofrenia, sedangkan H4-antagonis tampaknya memiliki peran imunomodulator dan sedang diteliti sebagai obat anti-inflamasi dan analgesik .

H3-receptor antagonists

  • A-349,821
  • ABT-239
  • Ciproxifan
  • Clobenpropit
  • Conessine
  • Thioperamide

H4-receptor antagonists

  • Thioperamide
  • JNJ 7777120
  • VUF-6002
Lainnya
  • Atipical antihistamin Obat ini menghambat aktivitas enzimatik dekarboksilase histidin:
  • tritoqualine
  • catechin

Mast cell stabilizers

Mast cell stabilizers untuk menstabilkan sel mast untuk mencegah degranulasi dan pelepasan mediator. Obat ini tidak biasanya digolongkan sebagai antagonis histamin, tetapi memiliki indikasi serupa.
  • Cromoglicate (cromolyn)
  • Nedocromil
  • Beta 2 (β2) adrenergic agonists